BATUBARA, WAKTUINDONESIA – Komisi II DPRD Kabupaten Batu Bara, Sumatera Utara (Sumut) menggelar rapat dengan pendapat (RDP) dengan Dinas Perikanan terkait pembangunan jalan produksi di kawasan pantai sejarah, Selasa (15/12).
Namun perizinan sempat mejadi perdebatan.
Plt Kadis Perikanan Batubara Antoni Ritonga diwakili Kepala Bidang Pengendalian Usaha Perikanan dan Penyelenggaraan Tempat Pelelangan Ikan (PUPP TPI) Azmi, Rabu (16/12/2020), punya argumen menjawab terkait periznan itu.
Dia menegaskan pembangunan jembatan produksi perikanan di Pantai Sejarah tak memerlukan izin.
Hal itu mengacu UU No 32 Tahun 2004, disebutkan mulai titik 0 hingga 4 mil laut, merupakan wewenang kabupaten/kota, dalam hal ini Kabupaten Batubara.
Namun, pernyataan Azmi bertolak belakang dengan terbitnya UU 23 Tahun 2017. Dimana disebutkan mulai dari garis pantai hingga 12 mil laut merupakan wewenang provinsi.
“Hanya sebatas untuk pemberdayaan masyarakat dan TPI merupakan wewenang kabupaten/daerah,” ujarnya.
Azmi mengakui lokasi pembangunan/rehab jalan produksi perikanan masuk zona wilayah provinsi.
Meski begitu ia kembali menegaskan jika tidak diperlukan izin dari pemprov sepanjang untuk pemberdayaan masyarakat.
“Pembangunan jalan produksi perikanan tidak diperlukan kajian lingkungan lagi karena sudah ada Izin Usaha Pengelolaan Hutan Kemasyarakatan (IUPHKm) dan peraturan ikutannya,” ujarnya.
Ia juga menyebut hal itu juga berlaku terkait penebangan pohon mangrove pada lokasi pekerjaan jalan.
“Tidak perlu izin lagi. Ada peraturan yang menyatakan sepanjang jumlah mangrove perhektare masih di atas 1.000 batang masih diperbolehkan melakukan penebangan,” terangnya.
Sedangkan penggunaan kayu tiang penyangga yang disebut-sebut didatangkan dari daerah luar, semata-mata kata Azmi untuk estetika dan ketahanan bangunan di atas air asin.
“Beton tidak tahan dengan air sementara bila dibangun sesuai konstruksi tembok penahan gelombang dananya tidak cukup, makanya kita gunakan kayu pilihan,” pungkasnya.
(zr/wii)