Negerikaton, Waktuindonesia – Meski di masa pandemi Covid-19, para pengrajin tapis yang ada di Desa Kagungan Ratu Kecamatan Negerikaton Kabupaten Pesawaran tetap memilih bertahan hidup dengan terus merajut tapis meski sepi peminatnya.
Evi Hartati warga setempat mengungkapkan bahwa kerajinan merajut tapis digeluti sejak nenek moyang yang telah mewariskan kepadanya.
“Napis (membuat tapis) ini dulu diajarkan sama orang tua, dari pada nganggur dirumah ya kita buat kerajinan tapis. Apalagi sekarang ini pandemi corona, semuanya pada ngeluh susah, ” kata dia saat dijumpai di kediamannya, Rabu (25/8/2021).
Dalam rumah tersebut, ia tidak sendiri melakukan kegiatan napis. Ada Rosdalina dan Rutmini yang sedang menapis di teras rumah. Keduanya merupakan saudara yang tinggal berdekatan.
“Sekarang kita buat tapis gak laku dijual, toko pada nolak dengan alasan masih sepi. Tapi kita tetap buat, ya ada yang upahan ada juga yang modal sendiri. Mudah-mudahan pandemi corona lekas berakhir dan kembali normal,” harapnya.
Menurutnya, tapis yang mereka buat tergantung pemesanan dari konsumen maupun para pengepul yang biasanya telah memberikan upah didepan meskipun pekerjaannya belum selesai dilaksanakan.
“Kita ambil duit didepan, kadang duitnya sudah habis duluan buat kebutuhan. Kalau apa saja tapis yang dibuat, ya banyak ya. Ada tapis besarung, tapis selendang, tapis cantik, tapis abung, tapis ujung krui dan tapis ujung sarat serta tapis jenis lainnya kita semua bisa mengerjakan,” ujarnya.
Waktu lama pembuatan kerajinan tangan tersebut sangat bergantung pada kesulitan motif yang diinginkan konsumen ketika memesan dengan pengrajin.
“Buat tapis ini cukup lama, ada yang sebulan lebih, ada yang hanya tiga atau empat hari selesai yaitu huat tapis selendang. Nah, untuk tapis ujung sarat bisa sebulan lebih karena sangat sulit dan padat rajutan benangnya,” ungkapnya.
Kepada pihak yang berwenang, para pengrajin tapis Desa Kagungan Ratu tersebut berharap adanya pembinaan dan bantuan lain yang dapat meningkatkan taraf hidupnya melalui usaha kecil mikro menengah yang digelutinya.
“Kami mengalami kesulitan di pemasaran, lalu soal peralatan tekang dan bahan juga menjadi persoalan karena tidak semua pengrajin memiliki modal yang cukup. Mudah-mudahan ada yang berkenan memberikan dukungan dengan memberikan pembinaan dan bantuan agar napis dapat terus berlangsung dengan sehat dan baik. Ini kerajinan warisan yang harus kita lestarikan, makanya kalau orang sini (Kagungan Ratu) rata-rata bisa napis semua,” paparnya.
Tiga pengrajin tapis tersebut sangat membutuhkan pengarahan, mulai dari kelompok kerja dan perkumpulan lain agar dapat melaksanakan kegiatan tersebut secara kesinambungan dengan profit yang dapat mencukupi kebutuhan ekonomi keluarga.
“Setidaknya, napis ini dapat membantu meringankan beban ekonomi keluarga. Apalagi, misalnya kalau ada bantuan tersebut. Kami sangat bersyukur dan senang dapat lebih semangat mengerjakannya,” tegas dia.
Imron salah seorang yang mengaku pandai napis juga mengaku bahwa kerajinan napis merupakan warisan nenek moyang yang terus dilestarikan hingga diera modernisasi sekarang ini.
“Kerajinan tapis ini akan tetap lestari manakala pemimpin dan pejabatnya akan mencintainya, dengan apa? ya dengan memakainya disaat aktifitas dinasnya. Apakah itu seminggu sekali atau sebulan sekali, aparatur pemerintahan harus mengenakan pakaian ini, sehingga generasi berikutnya akan lebih menghargai karya leluhur yang memang telah turun temurun diwariskan,” tandasnya.
(Apr/WII).





