WAKTUINDONESIA, PRINGSEWU – Rencana Pemerintah mengenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terhadap sejumlah kebutuhan masyarakat, di antaranya komoditas sembako dan jasa pendidikan menuai pro kontra di masyarakat.
Kebijakan ini bakal tertuang dalam perluasan objek PPN yang diatur dalam revisi Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), di dalam draf revisi UU No 6 , pengenaan pajak itu diatur dalam Pasal 4A.
Dalam draf tersebut, barang kebutuhan pokok serta barang hasil pertambangan atau pengeboran dihapus dalam kelompok jenis barang yang tidak dikenai PPN. Dengan penghapusan itu, artinya barang akan dikenakan PPN.
Demikian kata Anggota Komisi IV DPRD Pringsewu Fraksi Partai Amanat Nasional (F-PAN) Safrudin yang menyebut kebijakan ini berpotensi makin memberatkan kehidupan masyarakat bawah.
“Dari pusat sesuai arahan ketum, kami menolak rencana pemerintah terkait pengenaan PPN sembako dan dana pendidikan,” ungkapnya, Kamis (17/6/21).
Karena, lanjut dia, PAN harus pro rakyat. Jadi apapun langkah yang diambil pemerintah yang dinilai membuat kesulitan di masyarakat akan ditolak.
“Apalagi saat ini masih pandemi, masyarakat banyak yang susah. Sekolah aja masih diliburkan, kok ujug-ujug mau mengenakan pajak sembako sama dana pendidikan,” ucap dia.
Senada dengan Safrudin, Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPRD Kabupaten Pringsewu Homsi Wastobir, ST. Ia juga mengatakan rencana pemerintah mengenakan PPN atas sembako merupakan langkah yang tidak tepat dan sangat tidak pro rakyat.
“Kembali kita melihat pemerintah tidak menunjukkan keberpihakannya terhadap rakyatnya sendiri,” kata Homsi.
Homsi menilai rencana tersebut mencerminkan ketidakpedulian terhadap nasib rakyat yang masih berjuang melawan ketidakpastian ekonomi.
“Daya beli masyarakat juga masih rendah akibat pandemi yang belum mereda. Sehingga rencana itu justru akan semakin membebani rakyat. Pemulihan ekonomi yang kita harapkan justru akan terhambat karena daya beli akan semakin turun,” tambahnya.
Apalagi, kata dia, rencana tersebut, berseberangan dengan kebijakan memperpanjang masa pemberian diskon Pajak Penjualan Barang Mewah atau PPnBM 100 persen untuk mobil dengan kapasitas mesin tertentu.
“Ini sangat bertentangan dengan semangat pemulihan ekonomi,” tegasnya.
(rul/WII)