LIWA, WII – Kopi merupakan ikon dan komoditas unggulan masyarakat Kabupaten Lampung Barat (Lambar).
Kendati demikian harga menjadi masalah klasik di tengah masyarakat.
Tidak dipungkiri sebagian masyarakat menggantungkan kebutuhan ekonominya pada hasil budidaya kopi yang mayoritas berjenis robusta tersebut.
Terbaru, harga komoditas itu paling banter hanya Rp19 ribu per Kg di Batubrak, Balikbukit dan sekitarnya. Ini pun untuk label mutu super.
Hal itu dibenarkan salah satu distributor Edwar, saat ditemui Waktuindonesia.id, Sabtu (15/8).
“Harga kopi mencapai Rp19 ribu per Kg untuk kualitas bagus, super. Sedangkan untuk kualitas kurang baik pada kisaran Rp17 ribu – Rp 18 ribu per KG tergatung negosiasi saja,” ungkapnya.
Ia menyebut, harga dipengaruhi kualitas kopi yang dihasilkan, dari proses pengelolaan dan penjemuran. Namun kebanyakan petani kopi kurang memperhatikan penjemuran cenderung beralaskan tanah saja,” tambahnya.
Lanjutnya, sisi lain dari kurangnya kualitas penjemuran yaitu kadar air pada biji kopi. dimana untuk untuk wilayah liwa dan batu brak itu sekitar 19-20 persen. Sedangkan untuk wilayah Giham, Sekincau; Fajarbulan, Waytenong sekitar 15-16 persen saja.
“Wajar bila harga di sana sedikit lebih tinggi, bisa sampai Rp20 per Kg,” sebut dia.
Demikian pula dalam pengolahan, penjemuran di Giham, Fajarbulan dan sekitarnya, lebih berkualitas.
“Karena sebagian menggunakan halaman dari semen ditambah lagi menggunakan terpal,” ungkap pengusaha kopi itu.
Perihal periode kenaikan harga, Edwar mengungkapkan biasanya terjadi di bulan September.
Selaras dengan Kepala Bidang (Kabid) Perkebunan Sumarlin 12 Agustus, mengatakan, harga kopi dipengaruhi oleh basis ekspor.
Dimana kualitas mutu kopi sangat berperan dalam penentuan harganya. Sehingga, harga kopi tidak dapat naik dengan cara signifikan.
Dikatakan Sumarlin, mutu kopi sangat berpengaruh pada harga yang akan ditentukan. “Dengan itu, pihaknya menyarankan para petani untuk dapat mengolah kopi hasil panen dengan proses yang benar, begitu juga dalam penjualannya,” pungkasnya.
Laporan: Erwan Nur, WII