NEGERIKATON, WAKTUINDONESIA – Dugaan pungutan liar dalam pembuatan Prona tahun 2020 di Desa Sidomulyo Kecamatan Negeri Katon memasuki babak baru.
Seorang kepala dusun di desa setempat meembeberkan jika ada ratusan warga desa yang membuat prona dan memberikan dana dengan dalih untuk pembuatan sporadik.
“Itu sudah sesuai dengan musyawarah, kalau ada yang segitu (Rp650 ribu, Red) itu buat sporadik yang Rp350 ribu,” ujarnya, Rabu (16/12).
BACA BERITA SEBELUMNYA: Diduga Pungli Serifikat Prona Rp650 Ribu, Ini Tanggapan Kades Mulyadi
Jika benar hal itu cukup kontras dengan SKB 3 Menteri Nomor 25 Tahun 2017, karena Kategori IV untuk Provinsi Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Lampung, Bengkulu, Kalimantan Selatan sebesar Rp200 ribu.
Diberitakan sebelumnya, Kepala Desa Sidomulyo Kecamatan Negerikaton, Pesawaran diduga melakukan pungutan liar (pungli) pembuatan Proyek Operasi Nasional Agraria (Prona) tahun 2020, dengan pungutan liar (pungli) sebesar Rp650 ribu. Masyarakat yang telah melakukan pembuatan sertifikat mengeluhkan dan merasa terbebani dengan adanya pungutan liar tersebut.
Selaku korban sekaligus narasumber Ir (P) dan Al (L) mengaku cukup keberatan dan merasa terbebani dengan adanya pungutan liar yang cukup besar dalam pembuatan sertifikat prona di desa Sidomulyo.
“Ya saya sangat keberatan dengan ada nya pembayaran sebesar Rp650 ribu ini, karena saya pikir pembuatan sertifikat prona ini murah tidak sampai segitu besarnya. Saya pun sudah membayar biaya sebesar Rp500 ribu berhubung saya belum bisa melunasi kekurangan sebesar Rp150 ribu ya sertifikat saya masih ditahan di desa dan belum bisa diambil sebelum pelunasannya,” ungkap Ir.
Sementara, Narasumber Al mengatakan keberatan karena berbeda kesepakatan awal dengan apa yang terjadi sekarang itu sangat berbeda.
“Karena pertemuan pertama dengan dijatuhkan biaya sebesar Rp350 ribu dan pertemuan kedua saya tidak di undang, setelah sertifikat jadi kok biayanya jadi Rp650 ribu, ya saya sangat keberatan namun biaya itu harus di bayar dan dilunasi jika tidak ya sertifikat nya tidak bisa diambil,” kata Al.
Saat awak media waktuindonesia.id meminta klarifikasi kepada Kepala Desa Sidomulyo Mulyadi, melalui pesan WhatsApp, Ia membantah keras pernyataan masyarakat, persoalan biaya yang dikeluarkan sebesar Rp650 ribu oleh masyarakatnya, Minggu (6/12).
“Klo ada yg keluar sebesar itu, coba tanya peruntukan dananya untuk apa saja, Saat pembuatan sertifikat di sepakati dan di ketahui pihak BPN bahwa Rp300 ribu, dan fasum masjid, mushola, balai desa, balai dusun, lapangan, tempat ibadah lainnya, kita gratiskan,Bahkan saya siap di temukan dengan narasumber berita,” pungkasnya.
(apr/rob/WII)