BANDARLAMPUNG, WII – George L. Kelling dan Catherine M Coles (1996), pakar kriminologi, mengatakan bahwa kriminalitas terjadi akibat pembiaran hal-hal sepele. Logika yang diberikan layaknya jendela pecah yang dibiarkan di suatu rumah. Akhirnya, malah mendorong maling untuk masuk ke dalam rumah tersebut.
Jendela pecah yang tidak diperbaiki, seakan memberikan menimbulkan kesan ketidakpedulian hingga akhirnya memicu kriminalitas yang besar. Dengan kata laijn, ketika kita mendiamkan segala bentuk kecurangan, membiarkan kezaliman, maka akan membuka peluang kezaliman yang lebih besar.
Ketidakpedulian kita akan menjadi jalan untuk tindakan yang berbahaya. Banyak orang yang tidak menyadari bahwa setiap kerusakan selalu diawali dengan pembiaran hal yang sederhana. Seberat apapun masalah, carilah inti masalah yang menjadi pembiaran. Sebab, pembiaran terhadap kesalahan, akan menimbukan kezaliman yang tidak terelakkan.
Atas dasar itu lahirlah teori broken window. Teori ini pernah digunakan di New York. Dahulu, tahun 1980-an, New York begitu menyeramkan. Maraknya kejahatan, pemerasan, pencurian, membuat New York menjadi tidak nyaman.
Namun, setelah semua hal yang menyebabkan terbukanya kejahatan ditutup sedemikian rupa. Peluang-peluang kejahatan dibrantas. Ketidakteraturan dengan segera mulai dirapikan. Akhirnya, 10 tahun kemudian, New York menjadi kota yang aman. Sekitar 75% kejahatan menurun.
Rumus kongkritnya adalah : MENINDAK TEGAS PEMBIARAN KETIDAKTERATURAN.
Dalam konsep Islam, teori broken window sama dengan konsep amar makruf nahi munkar. Konsep ini menyarankan kepada umat Islam agar menyuruh kepada kebaikan dan menindak tegas segala ketidak teraturan. Apa pun atau siapa pun yang menyebabkan ketidakteraturan harus segera ditindak. Dengan begitu, peluang terjadi masalah besar sangat kecil.
Dalam Q.S Al imran ayat 110 disana disebutkan bahwa umat Islam adalah umat yang terbaik, yang menyuruh kepada yang maruf dan melarang yang munkar.
كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ
Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.
Ayat di atas merupakan penegasan dari Allah. Penegasan tersebut seharusnya dapat memotivasi umat Islam untuk tidak pernah menyepelekan sesuatu yang buruk. Umat Islam harus benar-benar memerhatikan kecurangan, ketidak-adilan, ketidak-syariatan.
Tanda orang beriman bukan hanya rajin shalat atau puasa saja, tetapi harus diberengi dengan kebiasaan selalu mengajak manusia untuk berlaku sesuai aturan ilahi. Rasul SAW bersabda:
مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَراً فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ اْلإِيْمَانِ
“Siapa yang melihat kemungkaran di antara kalian, hendaklah ia mengubah dengan tangannya. Apabila tidak mampu, maka hendaklah ia mengubah dengan lisannya. Jika tidak mampu, hendaklah mengubah dengan hatinya. Itu adalah selemah-lemah iman.” (HR Muslim).
Untuk itu, mari peduli untuk melawan ketidakteraturan menuju mardhatillah. Wa Allah A’lam bi al-Shawaab.
Ditulis Oleh Wildan Hanafi Fungsionaris Badan Penggelola Latihan (BPL) Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Bandar Lampung.