Baru Bebas, Eks Bupati Cantik Kembali Dijemput KPK

  • Bagikan

JAKARTA, WAKTUINDONESIA – Bupati Kepulauan Talaud, Sulawesi Utara (Sulut) periode 2014 – 2019 Sri Wahyumi kembali dijemput Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Padahal, eks bupati cantik itu batu saja mengirup udara segar. Saai itu ia terbelit kasus suap proyek revitalisasi Pasar Beo dan revitalisasi Pasar Lirung.

Kali ini, ia kembali dijemput KPK terkait proyek pekerjaan infrastruktur di Kabupaten
Kepulauan Talaud tahun 2014 – 2017.

Ia telah ditetapkan tersangka dan ditahan selama 20 hari.

“Hari ini kami akan menyampaikan informasi terkait dengan penetapan dan penahanan
tersangka SWM dalam perkara dugaan korupsi penerimaan
gratifikasi oleh penyelenggara negara terkait proyek pekerjaan infrastruktur di Kepulauan Talaud tahun 2014-2017,” terang Plt Jubir KPK Ali Fikri, Kamis (29/4/21), dalam kerangan tertulisnya yang diterima Waktuindinesia.id.

Menurutnya, lembaga anti rasuah itu usai merampungkan penyelidikan. KPK kini telah mendapat bukti permulaan yang cukup untuk meningkatkan perkaranya ke tahap penyidikan dan menetapkan Sri Wahyumi tersangka.

“Selama proses penyidikan telah dilakukan pemeriksaan sebanyak 100 orang saksi dan
juga telah dilakukan penyitaan berbagai dokumen dan barang elektronik yang terkait
dengan perkara,” beber Ali Fikri.

Penahanan Sri Wahyumi terhitung sejak 29 April 2021 sampai dengan 18 Mei 2021 di rutan cabang KPK Gedung Merah Putih.

“Perkara ini merupakan pengembangan dari perkara dugaan TPK Suap lelang pekerjaan revitalisasi Pasar Lirung dan pekerjaan revitalisasi Pasar Beo tahun 2019 yang menetapkan SWM sebagai Tersangka dan saat ini perkaranya telah berkekuatan hukum tetap,” ujarnya.

Lebih jauh, Ali Fikri juga mengungkapkn kontruksi perkara yang kembali menjerat Sri Wahyumi.

Konstruksi perkara, diduga telah terjadi

a. Sejak Tsk SWM dilantik sebagai Bupati Kepulauan Talaud periode tahun 2014 – 2019,
SWMM berulang kali melakukan pertemuan di rumah dinas jabatan dan rumah
kediaman pribadi dengan para ketua Pokja pengadaan barang dan jasa kabupaten
kepulauan talaud yaitu JRM selaku Ketua Pokja tahun 2014
dan 2015, ARM selaku Ketua Pokja tahun 2016, dan FWL selaku Ketua Pokja tahun 2017.

BACA JUGA:  KPK Apresiasi Gubernur Lampung, Desa Hanura Jadi Percontohan Desa Antikorupsi

SWM juga selalu aktif menanyakan daftar paket pekerjaan PBJ di lingkungan
Pemerintah Kabupaten Kepulauan Talaud yang belum dilakukan lelang dan
memerintahkan kepada para Ketua Pokja PBJ Kabupaten Kepulauan Talaud untuk
memenangkan rekanan tertentu sebagai pelaksana paket pekerjaan tertentu dalam
proses lelang.

Selain itu, SWM diduga juga memberikan catatan dalam lembaran kertas kecil berupa
tulisan tangan berisi informasi nama paket pekerjaan dan rekanan yang ditunjuk

langsung dan memerintahkan kepada para Ketua Pokja PBJ Kabupaten Kepulauan
Talaud meminta commitment fee sebesar 10% dari nilai pagu anggaran masing-
masing paket pekerjaan sekaligus melakukan pencatatan atas pemberian
commitment fee para rekanan tersebut.

Adapun uang yang diduga telah diterima oleh SWM sejumlah sekitar Rp9,5 Miliar.

Atas perbuatannya, tersangka disangkakan melanggar Pasal 12 B Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Perkara ini adalah kali kedua SWM ditetapkan sebagai tersangka. Meski secara waktu,
perkara kedua ini lebih dulu dilakukan oleh SWM.

Pengembangan perkara ini adalah salah satu dari sekian banyak contoh perkara yang berasal dari kegiatan tangkap tangan.

“Perkara ini juga menjadi pengingat dan peringatan kepada seluruh kepala daerah yang
merupakan penanggungjawab anggaran di daerahnya, untuk terus melaksanakan
tugasnya dengan penuh integritas. Sebab, KPK akan tetap dan terus berkomitmen
memberantas korupsi hingga ke akarnya. Tenaga kami tidak akan habis sampai Indonesia
bebas dari korupsi,” pungkas Ali Fikri.

(rek/esa/WII)

  • Bagikan